.

.
.

Wednesday, 27 November 2013

TEAM PEMASARAN MINIATUR PESAWAT GARUDA TERHALANG DEMO DOKTER

 
Team Pemasaran miniatur Pesawat Garuda yang sedang melintas di Jl. Pahlawan, Semarang terhalang oleh demo dokter yang sedang melakukan aksi solidaritas untuk melakukan protes terhadap putusan hukum oleh rekan mereka, sesama dokter di Manado yang dimasukkan ke bui karena dianggap melakukan malpraktik serhingga menewaskan pasiennya.

Dari beberapa sumber yang diperoleh oleh team "miniatur pesawat garuda" para dokter mengancam apabila PK yang diajukan oleh IDI tidak dikabulkan maka semua dokter tidak berani melakukan tindakan medis terhadap pasien kritis yang mempunyai peluang yang besar meninggal dunia ketika dalam perawatan para dokter tersebut.

Team miniatur pesawat garuda sebetulnya melihat bahwa disini terdapat pesimistis para dokter sehingga mereka mendramatisir sebuah kejadian yang menimpa salah satu keluarga mereka. Demo yang mereka lakukan ini , menurut Dyah Pitaloka, Anggota DPR dari PDIP bisa terancam hukum dengan kurungan penjara 2 tahun dan denda mencapai 2 milyar karena mengabaikan hak sipil untuk mendapatkan kesehatan.

Berkaca dari peristiwa ini, sebetulnya apabila semua proses sejak dari awal hingga keputusan pengadilan diambil, dilakukan secara profesional dan terbuka serta bebas dari intervensi siapa pun maka pastinya akan bisa berjalan dengan sangat baik dan tidak akan muncul kejadian seperti ini.

Marilah kita lihat sejak peristiwa penyididikan oleh pihak Kepolisian. Penyidikan harus dilakukan secara profesional sehingga tidak menimbulkan rasa tertekan bagi tersangka sehingga mereka bisa memberikan semua informasi sejujur-jujurnya. Seringkali penyidik melakukan penekanan sehingga tersangka terpaksa mengakui apa yang tidak dia lakukan. Apabila penyidik melakukan hal ini maka penyidik pun sebetulnya sudah melakukan suatu tindakan mal praktik sehingga bisa dituntut secara hukum.

Apabila penyidik sudah melakukan tugasnya secara profesional, maka kini tugas pihak pengadilan yang harus menjalankan proses peradilan seadil-adilnya. Para ahli yang dihadirkan untuk memberikan pendapat tentang peristiwa itu haruslah kompeten dan benar-benar bebas dari intervensi apa pun atau siapa pun.

Ketika pihak pengadilan sudah melakukan perannya secara profesional maka semua pihak seharusnya bisa menerima segala keputusan pengadilan, termasuk IDI dan semua anggotanya.

Dari peristiwa ini ada nilai positif yang harus kita ambil, yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan kita. Tidak hanya dokter, banyak juga pendidik yang harus berurusan dengan hukum ketika para guru tidak bisa mengendalikan emosinya ketika mengajar siswa di dalam kelas. Dalam menghadapi siswa yang bermasalah, seorang guru harus bisa menerapkan prinsip professional, jangan sampai terbawa emosi. Pernah juga kami mendengar guru mengeluh, yang nadanya sama dengan keluhan anggota IDI saat ini. Kami pernah mendengar guru berseloroh "Kalau gitu ntar lain kali, kalau ada murid yang kurang ajar, entah itu meloncat dari jendela, naik di meja, biarkan aja dari pada ntar ngga bisa nahan emosi lalu dijebloskan di sel". Sama kan dengan komentar yang disampaikan Wakil Ketua IDI Jakarta, "mendingan pasien yang kritis saya biarkan mati aja, dari pada saya tangani lantas dia mati dan saya di sel".

Marilah, untuk para dokter, jangan takut untuk melakukan tindakan penyelamatan kepada orang yang membutuhkan. Kuasai dengan tepat prosedur-prosedur operasional sehingga tidak dikatagorikan sebagai tindakan mal praktek ketika tidak bisa menyelamatkan pasien.

No comments:

Post a Comment